Inforakyatnews.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia dalam halaman resminya pada 11 Oktober 2022 menerangkan bahwasannya Debt Collerctor dilarang gunakan kekerasan dalam penagihan hutang konsumen.
Ditulis oleh OJK Indonesia, hal itu merujuk pada pasal 7 POJK nomor 6/POJK.07/2022, yaitu tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang diatur bahwa;
Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib mencegah Direksi, Dewan Komisaris, Pegawai, dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk atau mewakili kepentingan PUJK dari perilaku memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, dan/atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang berakibat merugikan konsumen.
Contohnya antara lain mencantumkan pembatasan kewenangan atau larangan untuk memberikan atau memperdagangkan data/atau informasi pribadi konsumen tanpa persetujuan dari konsumen kepada pihak lain dalam prosedur tertulis perlindungan konsumen, penggunaan kekerasan dalam penagihan hutang konsumen.
Selanjutnya, ada 3 larangan tindakan Debt Collector. Dalam menjalankan proses penagihan, debt collector dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, antara lain;
Menggunakan ancaman,
Melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan,
Memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal,
Jika hal tersebut dilakukan, tulis OJK RI, Debt Collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Sementara untuk pelaku usaha jasa keuangan yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut dapat dikenakan sanksi oleh OJK berupa sanksi Administratif antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.
Meski begitu, OJK Indonesia menambahkan, mengacu pada POJK nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan.
Yang dimaksud dengan penagihan adalah segala upaya yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memperoleh haknya atas kewajiban debitur untuk membayar angsuran, termasuk didalamnya melakukan eksekusi anggunan dalam hal debitur wanprestasi.
Oleh karena itu OJK Indonesia menghimbau kepada masyarakat maupun PUJK melakukan cek, bahwa dalam proses penagihan, pihak ketiga dibidang penagihan yang lebih dikenal dengan istilah Debt Collector wajib membawah sejumlah dokumen, antara lain;
Kartu identitas. Sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikat Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK,
Surat tugas dari perusahaan pembiayaan,
Bukti dokumen debitur wanprestasi,
Salinan sertifikat jaminan fudisia,
“Seluruh dokumen tersebut digunakan untuk memperkuat aspek legalitas hukum dalam proses penagihan pinjaman sehingga mencegah terjadinya dispute,” tulis OJK Indonesia pada infografisnya. (Jtx)