Amurang, inforakyatnews.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Utara (Sulut) bersama Mahasiswa profesi Ners angkatan ke IX Fakultas Keperawatan Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) menggelar Musyawarah Masyarakat Desa dan Penyuluhan Kesehatan di Kelurahan Ranomea, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel).
Kegiatan yang mengangkat topik: Membangun desa menuju masyarakat tangguh, sehat dan bebas stunting, melalui pendekatan asuhan keperawatan komunitas dan keluarga, dilaksanakan di salazar Gereja GMIM Betlehem Ranomea, Jumat (02/06/2023).
Dari pantauan media ini, kegiatan tersebut berfokus pada penanganan masalah kesehatan stunting.
Diketahui, sebanyak 94 Mahasiswa profesi Ners angkatan ke IX Fakultas Keperawatan melakukan praktek kesehatan kepada masyarakat di Kelurahan Ranomea, sejak 23 Mei 2023.
Satuan Gugas Tugas (Satgas) Stunting Sulawesi Utara Murphy E.K. Kuhu yang merupakan salah satu Tim percepatan penurunan stunting Provinsi Sulut dalam pemaparannya menyampaikan bahwa masalah stunting adalah tanggung jawab bersama.
Ia mengajak masyarakat agar menerapkan pola hidup bersih. Ia bilang, masalah stunting terkait dengan masalah lingkungan dan gagal pertumbuhan.
“Adik-adik Mahasiswa harus menyampaikan dan mengedukasi kepada masyarakat terkait masalah kesehatan dalam hal ini stunting. Tapi, tugas kita, tentu bukan hanya bersentuhan dengan kesehatan fisik saja tapi juga tentang tanggung jawab moral yang ada dalam diri kita. Termasuk aparatur yang ada di kelurahan Ranomea. Para staf perangkat kelurahan untuk menyatakan perang terhadap stunting,” ajak Kuhu.
Kuhu meminta agar semua pihak wajib terlibat. Pemerintah maupun masyarakat. Karena hal itu sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Murphy Kuhu mengungkapkan bahwa angka stunting di Sulawesi Utara masih tinggi. Ia mengatakan, Provinsi Sulut itu memiliki angka stunting di 20,5%. Sementara Kabupaten Minahasa Selatan juga bisa terbilang masih tinggi.
Maka dari itu ia mendorong semua pihak agar di tahun 2024 harus mencapai 14%, sebagaimana status yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan indonesia.
“Teman-teman perawat, teman-teman mahasiswa, ibu-ibu yang sudah bekerja, yang ekstention, harusnya sudah terpetahkan pandangan kita, apa yang harus kita lakukan terhadap penurunan stunting,” kata Murphy Kuhu.
Selanjutnya, Murphy Kuhu memberi apresiasi kepada UNPI yang menempatkan tenaga kesehatan di kelurahan, dalam hal mengambil langkah awal cepat dan cerdas dalam melakukan penyuluhan di tengah masyarakat.
“Kegiatan musyawarah desa dalam percepatan penanganan stunting, ini luar biasa. Apresiasi, sudah melakukan sosialisasi prilaku hidup sehat pada masyarakat,” imbuh Kuhu.
Ia mengatakan, salah satu juga keterpengaruhan angka stunting meningkat karena lingkungan tempat tinggal yang kotor. Tidak punya air bersih. Tidak mempunyai sanitasi lingkungan yang baik, dan prilaku buang air sembarangan.
“Pak Gubernur sudah mengatakan, stop buang air sembarangan. Sehingga tugas kita mahasiswa, pemerintah, karena ini musyawarah masyarakat berarti kontenplasinya adalah harus di prioritaskan masalah pelayanan sosial dasar,” ujarnya
Ia mengatakan, penanganan stunting mengikuti sistim perencanaan pembangunan nasional. Jadi ia mengajak para mahasiswa atau kelas ekstantion, apa yang didapati di tengah masyarakat, hal-hal yang sifatnya rekomendasi dibuatkan berita acara dan diberi ke pemerintah kelurahan untuk dibawah jika ada perubahan APBD Kabupaten.
“Kalau di desa bisa dikaryakan melalui dana desa, kalau kelurahan tolong ini dibahas di Musrembang. Masukan itu sebagai rantai proses prioritas dalam percepatan penanganan stunting,” ucapnya.
Murphy juga bilang, di kelurahan ada TPPS (Tim Penanganan Penurunan Stunting) desa/kelurahan. Kepala kepala lingkungan sebagai ujung tombak di lingkungan masyarakat, untuk dapat menginformasikan.
Karena menurut informasinya, di Kelurahan Ranomea terdapat 1 yang teridentifikasi kasus stunting.
“Di Minahasa Selatan, keluarga beresiko stunting itu cukup tinggi. Ada 4484 keluarga beresiko stunting. Sasaran resiko stunting adalah remaja putri, ibu-ibu, pasangan usia subur, ibu hamil, ibu sesudah melahirkan, dan balita. Tugas kita adalah edukasi. Wajib kita melakukan edukasi sejak usia remaja,” papar Kuhu.
Ia mengatakan, ada 64 indikator dan 90 indikator rencana aksi nasional penurunan angka stunting indonesia. Di Kelurahan juga wajib melakukan itu.
Selain itu, kata dia, ada juga tim pendamping keluarga di Indonesia, khususnya di Sulut ada 7.044 pendamping keluarga yang diantaranya anggota TP-PKK, bidan, dan kader KB. Dan itu ada anggarannya.
“Tentu, langkah tersebut merupakan komitmen bahwa Negara hadir kepada masyarakat dan pemerintah.
Minahasa selatan masih tinggi, jadi perlu kerja sama. Jadi mari kita, melakukan kordinasi dengan pemerintah dan tokoh masyarakat,” tutup Satgas Stunting Sulut itu.
Sementara itu, Theresa Mokolomban, salah satu Mahasiswa UNPI yang melakukan praktek di Kelurahan Ranomea mengatakan penyuluhan yang dilakukan sudah baik walaupun belum maksimal.
Ia mengapresiasi atas respons dan antusiasme masyarakat dalam kegiatan penyuluhan yang mereka lakukan.
“Antusiasme dari masyarakat juga besar jadi kami sebagai salah satu garda terdepan untuk edukasi kesehatan merasa senang dengan respon masyarakat,” ucap Theresa
“Semoga dengan adanya kami di sini dan edukasi kesehatan yang di berikan, pola hidup masyarakat, yang fokus dalam pencegahan dan pemberantasan stunting menjadi lebih baik dan Kelurahan Ranomea menjadi kelurahan sehat dengan angka penderita penyakit atau stanting menurun bahkan tidak ada. Salam sehat,” tutup Theresa Mokolomban.
Turut hadir dalam kegiatan, Mahasiswa Fakultas Kesehatan UNPI, Pihak BKKbN, Lurah Kelurahan Ranomea, Perangkat Kelurahan, serta Tokoh Masyarakat. (FYL)